April 05, 2012

Just For My Mom

Rekam jejak dari cerita ke cerita semakin menampakkan dengan jelas bagaimana wanita ini berkarya dan mendaki jalan terjal kehidupannya semenjak kecil.
Sebuah gambar persegi panjang terpampang dengan elok di salah satu sudut ruangan.
Tampak indah berbingkai sederhana dengan kaca bening yang melindunginya.

Dalam gambar tampak beberapa orang berdiri berjajar.
Mereka tampak anggun dengan setelan kebaya warna jingga.
Lengkap dengan sanggul yang melekat elegan di kepala mereka.
Dari wajah dan perawakannya, sepertinya usia mereka sekitar tiga puluhan.
Ada tiga sosok yang tampak lebih muda daripada rekan-rekan di sebelahnya.
Dan salah satunya sangat tidak asing.

Mata dan hati serasa tidak mau lepas memandang kagum sosok yang satu ini.
Betapa dia tampak kalem dan menuntun lamunan melayang entah sampai kemana.

”Kenapa, le..? Masih belum percaya kalau dulu Bunda secantik itu..?” sahut sesosok wanita idolaku diiringi tawa ringannya, yang langsung membuyarkan lamunan.


“Itu waktu mau tampil di acara kantor. Pelatihnya ya itu gurumu Bahasa Daerah SMP 1, Bu Sri, yang berdiri di tengah”,lanjut beliau menceritakan tim paduan suara ketika dulu beliau masih bekerja sebelum akhirnya mengajukan pengunduran diri ketika mengandung putra pertamanya, saya.

Dulu, beliau adalah wanita karir yang tangguh. Lahir dan dibesarkan di bumi Bung Karno, Blitar, seakan mengilhami kegigihan dan keberaniannya. 
Selepas lulus sekolah menengah atas, masa depan menuntunnya ke tanah Mataram, sebelum akhirnya berpindah pekerjaan di salah satu kantor BUMN besar di Tulungagung. 
Kakaknya telah terlebih dahulu menjejakkan kakinya di sana. 
Perjalanannya berlanjut hingga bertemu seorang pemuda secara takdir. 
Dari sana terciptalah alunan cerita panjang nan seru jika diputar kembali hingga sekarang.

Kata demi kata mungkin tak pernah sanggup melukiskan gimana cintanya saya kepada apa yang ada pada beliau. 
Dulu sempat terjadi perdebatan kecil tentang keberadaan putra pertama. 
Ayah dan Bunda silih berganti beradu argumen yang berujung kepada keinginan Ayah agar putra pertamanya nanti adalah seorang laki-laki dengan harapan agar ia kelak menjadi teman ibunya ketika Ayah tidak berada di rumah kecil kami.

Maklum, sebelum pensiun Ayah menjadi Kepala Keluarga paling tangguh sedunia yang selalu tidak bisa berdiam diri. 
Ada saja yang membawanya melanglang buana, dari pekerjaannya di kantor bahkan sampai pada hobi bermain caturnya. 
Pulang larut bahkan keluar kota seakan menjadi teman Bunda sebelum saya lahir.
Dan Tuhan mengijabah doa mereka. Lahirlah putra pertama, laki-laki!
Dalam hal mendidik, mereka sukses berkolaborasi. 
Bunda memang lebih sering mengambil peran “turun tangan” kepada putra-putrinya. 
Yang paling sering tentu dengan mencubit (cubitan khas seorang ibu di pantat anaknya) dan tidak pernah melukai bagian wajah ataupun yang lainnya.
Sedangkan Ayah lebih mengambil peran sebagai pelindung yang disegani, beliau tidak pernah melempar amarah.
Namun dengan perubahan sikapnya saja, kami (tiga bersaudara) sudah paham bahwa itu adalah bentuk ketidaksetujuan Ayah.

Menatap foto Tim Paduan Suara milik Bunda membuat saya tersenyum.
Mungkin jika dulu Bunda kuliah di ITS, sekarang beliau sudah pernah ke Korea juga Italia...haha
Saya pecandu musik. Mendengar ataupun memainkannya.
Dan bernyanyi menjadi satu yang mungkin tak bisa lepas.
Jika ditanya “kamu belajar nyanyi dari siapa?” jawabannya memang bukan dari Bunda.
Namun (mungkin) darah seni itu mengalir dari Beliau.

Ada satu tentang tarik suara yang tidak bisa saya lupa. 
Saat mengiyakan ajakan teman-teman band untuk mengisi posisi vokalis, orang pertama yang paling meremehkan dan menentang justru Bunda! 
Hahaha

Saya sampai kehilangan akal gimana membuat Bunda terkesan. 
Sempat beberapa teman, yang main ke rumah dan kebetulan pernah menyaksikan penampilan band kami, melontarkan pujian. 
Tetapi Bunda cuma tersenyum kecil. 
Beberapa penghargaan The Best Vocalist di festival band pelajar (saat masih SMA, jaman masih muda dulu..hehe) juga tak membuat Bunda “menoleh”.

Hingga tiba suatu ketika.
Saat itu saya sudah berkuliah, mungkin semester awal saat masih jadi salah satu staf di sebuah ormawa terbesar di fakultas saya, FTI, sebut saja B*M *TI ITS
(*nanggung banget ya….iya wes BEM FTI ITS..hehe)

Kala itu tanggal 3 April saya pulang ke rumah dan harus berangkat balik tanggal 5 April pagi-pagi buta agar tiba di SBY tidak lebih dari siang.
Celakanya, setelah prosesi sakral bernama “cium tangan-peluk-salam” saat pamitan, saya lupa mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau. 
Barulah saat di bis saya teringat.

Ide iseng muncul seketika. 
Saya akan telpon Bunda kalau nanti sudah agak malam saja, dengan harapan beliau juga lupa kalau anak pertamanya (yang cakep ini #abaikan) lupa akan ultah Bundanya. 
Dan benar, sekitar jam Sembilan malam saya menelpon.
Setelah sapaan “hallo?” di ujung telepon, 
langsung saya sambut dengan nyanyian klasik “happy birthday tou you……”
Eksklusif! :)

Setelah satu lagu utuh telah habis, di seberang sana tak terdengar lagi sepatah katapun.
Menyusul kemudian sebuah isakan tangis.
Saya malah kaget.
Apa salah saya??
*mulai panik*
Ternyata ini yang dinamakan haru
#polos

"terima kasih anakku…..”,
sahutnya dengan setengah terisak.

Sebuah kalimat sederhana namun rasanya jauh lebih berharga dari sekedar penghargaan The Best Vocalist festival band pelajar se-Jatim.
Lagu-lagu Dream Thetaer dengan range vokal lebar hingga lagu dengan tingkat kesulitan supertinggi, Spain-I Can Recall karya Al Jarreau, pun tak mampu membuat Bunda melempar penghargaan.

Ternyata lagu-lagu itu hanya kalah dengan lagu sederhana seperti “Happy Birthday To You” namun dibawakan sepenuh hati tepat pada sasaran.
:)

Hmmm….
Sampai pada kalimat ini ditulis, saya jadi buntu.
Tak tahu harus membayar dengan bentuk kata dan kalimat apa lagi untuk meluapkan rasa rindu dan sayang kepadanya.

Selamat ualng tahun, Bunda….

Terima kasih wahai wanita terhebat dan terindah….

Semoga bahagia selalu di dunia dan akhirat….

Jika ada makhluk yang menumpahkan air mata sedihmu, maka ia harus berhadapan dengan sulungmu….

Semoga di sisa usiamu, Tuhan senantiasa memelukmu dan keluarga kita dengan kasih sayang-Nya yang kekal….

Mohon maaf jika nanda belum mampu memberi suatu hal yang besar….


Surabaya, 5 April 2012
*just for my mom I write this note… :)

2 comments:

  1. HBD mommynya mas aris :)
    smoga sehat selalu,

    ReplyDelete
  2. Omg, sy melting!
    Apa lg bundanya aris
    T.T

    ReplyDelete